Movie Review : Resident Evil: Infinite Darkness

Resident Evil: Infinite Darkness adalah sebuah film seri adaptasi dari video game yang di tayangkan di Netflix pada tanggal 8 Juli 2021. Film ini terdiri dari 4 episode, yang masing-masing episodenya terdiri dari 25 menit (total 100 menit). Saya cukup heran kenapa film ini tidak di jadikan 1 film saja berdurasi 1 jam 40 menit, yang biasa di gunakan oleh format film Resident Evil sebelumnya? (Degeneration, Damnation, Vendetta). 

Setelah menonton film ini sebanyak 2x, saya pastikan kalau film ini memang tidak bagus. Saya juga sempat melihat berbagai macam ulasan film ini, dan memang kebanyakan ulasan tersebut menyatakan kalau film ini tidak bagus, namun dalam ulasan - ulasan tersebut mereka tidak menjelaskan secara detail kenapa film ini mereka anggap buruk. Dalam artikel ini Saya akan coba menjelaskan secara teknis kenapa film ini bisa menjadi seperti itu. Sebuah game yang bagus itu ada formulanya, film yang bagus pun juga ada formulanya.

Saya mau cerita intermeso dulu, akan sebuah kesulitan yang di alami dalam membuat sebuah film animasi CGI manusia dengan sekala 1:1 adalah kurangnya ekspresi wajah dari tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Ekspresi pada wajah manusia bukan hanya sekedar perubahan gerakan otot-otot pada wajah, melainkan lebih kompleks dari pada itu. Makanya dalam dunia CGI ada istilah "Uncanny Valley", yaitu sebuah kondisi saat kita melihat sesuatu yang terlihat hampir menyerupai wujud "manusia", namun rasanya tetap terlihat masih "belum cukup nyata"

Studio film besar seperti Pixar, Disney tentu sudah sadar akan hal ini, makanya mereka tidak pernah menggunakan karakter CGI yang Hyper Realistic Human, karakter-karakter dari film animasi Disney biasanya terlihat bermata besar, skala tubuhnya tidak 1:1 dan berwajah serta tubuhnya tidak proporsional. Contoh film full CGI yang mengambil sekala 1:1 seperti : Ready Player One, Alita: Battle Angel, Final Fantasy Spirits Within, Advent Children, Kingsglaive, film-film yang kebanyakan mendapat ulasan kurang baik.

Yes benar, kekurangan itu pun terjadi pada RE: Infinite Darkness, animasi dan detail dari karakter-karakter yang ada pada film ini tidak sebagus film RE sebelumnya, budget pembuatan film ini saya rasa memang tidak terlalu besar (karena tidak tayang di layar lebar), itu yang membuat kualitas animasinya tidak konsisten. Apa lagi animasi model dari karakter pendukung, terlihat memang detailnya tidak sama dengan karakter utama. Sebuah film animasi manusia yang mencoba untuk menirukan mimik ekspresi dari manusia namun sayangnya sudah gagal di awal film ini. 

POIN 1, Lack of Facial Expression. Sehingga film ini tidak bisa memberikan perasaan Sedih, Marah, Takut atau bahkan perasaan Senang karena keterbatasan render dari mimik wajah. Anehnya dalam seri game-nya malah berbanding terbalik, Resident Evil 2 adalah sebuah game yang sangat mencekam, kita berada di sebuah kota sendirian, dengan sumber daya yang terbatas, dan kota tersebut mau di bom, bayangkan betapa kritisnya keadaan tersebut. Perasaan kita secara tidak sadar akan terbawa larut ke dalam misteri yang ada di dalam kota tersebut.

POIN 2, Plot, Motivations and Goal. Sebuah film harus memiliki sebuah Goal yang jelas, goal adalah sesuatu yang harus di kejar oleh tokoh utama, proses perjalanan karakter utama untuk mencapai goal tersebut bisa berupa intrik atau  drama yang menjadikannya menarik untuk di tonton. Hal itulah yang akhirnya memberikan bumbu pada Plot cerita. Dalam RE: Infinite Darkness goal tidak terlihat dengan jelas. Saya pernah bilang, film yang bagus adalah saat karakter utama bisa mendorong plot cerita untuk maju, pilihan-pilihan atau aksi yang di pilih oleh karakter utama menentukan dan berimbas ke plot cerita kedepannya, bukan plot cerita yang malah mendorong karakter utama. Selain itu karakter utama harus memiliki sebuah motivasi, kenapa dia mau melakukan hal tersebut?, apa yang mendorong karakter tersebut?, jangan buat karakter tersebut melakukan semua itu hanya karena "Perintah" dari atasan.

POIN 3, Charakter Development. Film ini kurang pengembangan karakter utama. Karakter fiksi Leon S Kennedy di ceritakan sudah Over Power (OP) sejak awal, dia sudah berpengalaman dengan Zombie Outbreak, memiliki skill menembak yang jitu, Agility-Strength yang kuat dan dia Master of All Weapons. Pada titik ini karakter Leon sudah tidak bisa berkembang lagi. Dalam film ini kita tidak pernah menyaksikan karakter Leon dalam kondisi yang membahayakan nyawanya, semua bisa terkendali dengan baik dalam kondisi apa-pun. Hal ini tentunya berakibat fatal, yang membuat kita tidak ber-empati pada karakter utamanya. Karakter development malah saya lihat dari tokoh Antagonis-nya, di mana kita bisa melihat motif tersembunyi dari karakter tersebut, yang akhirnya membuatnya di makan oleh dendam dan menjadi perwujudan monster yang sesungguhnya.

POIN 4, Reversal, atau kurangnya sebuah intens cerita yang polanya naik dan turun. Film ini dari awal sampai akhir akan terlihat sangat datar, itu di karena kan POIN 1 (ekspresi kurang kuat) dan POIN 2 (karakter Leon yang sudah OP di awal). POIN ke 4 ini bisa di perbaiki, seandainya kita melihat adegan karakter Leon kesulitan, terluka, berdarah-darah, hampir mati dan dia berusaha sekuat tenaga untuk bangkit kembali lalu mencapai tujuan nya dan berhasil. Wahhh itu bakal terlihat sangat power full, sangat ber-impact sama penonton nya. 

Selama Leon dalam kondisi kesulitan maka intens cerita akan naik, semakin besar kesulitan maka minus (-) yang di hasilkan oleh karakter utama akan semakin besar, namun perlu kita ingat, semakin besar minus (-) yang di dapat makan di depan nya akan menunggu hal positif (+) yang jauh lebih besar lagi. Hal ini akan sangat-sangan ber imbas bagi para penonton. Contoh adegan terakhir di Avengers: Endgame, saat hero sudah babak belur, terlihat mau kalah, mustahil untuk menang, tiba-tiba dari belakang muncul hero lain yang membantu, eeem saya merinding saat lihat adegan itu pertama kali, busett deh.

POIN 5, Critical Moment atau momen kritis. Dalam sebuah film sering sekali Sutradara menambahkan formula ini. Contoh adegan pada episode 4, di mana Lab harus di hancurkan dengan cairan asam, tokoh utama harus bergegas melawan boss tersebut sebelum Lab di penuhi oleh cairan asam. Ada waktu yang berjalan membuat seakan-akan Leon harus bergerak dengan cepat. Karena POIN 2 (OP), maka adegan ini serasa tidak berarti, Leon sudah OP jadi tidak akan terjadi apa-apa same Leon, bahkan saya berpikir misalkan Leon jatuh ke cairan asam pun dia pasti akan keluar dari sana hidup-hidup, karena ya itu kita penonton tidak pernah melihat karakter Leon dalam kesusahan. 

POIN ke 5 ini bisa di perbaiki dengan meningkatkan tingkat kesulitan pada adegan ini, Leon harus membunuh boss sebelum cairan asam memenuhi Lab, dan dia harus berpacu waktu dengan menyelamatkan karakter Claire yang masih ter ikat dalam kursinya, kalau perlu naikkan lagi, lepas sekalian aja para Super Soldier yang sedang tertidur dalam Lab tersebut, membuat Leon harus melawan 3 musuh dalam satu waktu yang sama.

Overall lima poin di atas yang menurut saya pribadi membuat film ini terlihat menjadi buruk dan tidak menarik. Ceritanya yang tidak berkesan, unsur horror tidak terasa, adegan aksi yang sedikit, adegan flashback yang merusak irama cerita serta sifat karakter utama yang lemah membuatnya tidak terlalu menarik untuk di tonton. TAPI, untuk fans berat dari RE Series ya sebaiknya tonton saja film ini, ceritanya akan sangat familiar, karena RE: Infinite Darkness ini mengambil setting waktu setelah RE2 dan menuju RE5. Oke sekian dan Terima kasih untuk yang sudah membaca.

Score dari saya : 5/10

No comments

'
Theme images by suprun. Powered by Blogger.