Review Alan Wake 2: Ketika Sebuah Cerita Menulis Dirinya Sendiri

Ada cerita yang kita baca.
Ada juga cerita yang kita tonton.
Namun ada anomali cerita seperti di game Alan Wake 2 (ini), sebuah kisah perjalanan yang sangat memukau, hingga seakan-akan cerita itu akan menelanmu hidup-hidup kedalamnya.

Ini adalah cerita yang tidak hanya bisa sekadar "ditonton", seperti film.
Tidak pantas hanya “dinarasikan”, seperti buku cerita.
Ia harus "dijalani", ditempuh selangkah demi selangkah, sebab setiap langkah itu akan membawamu lebih dekat pada jawaban yang sedang kamu cari.

Karena hanya lewat medium video game, kisah sebesar ini bisa terasa seperti milikmu sendiri.

"He who saw the deep.."

Saat memainkan game ini, saya merasa dejavu, dahulu ide itu ada di pikiran saya..
Sebuah ide sederhana, "bagai mana jika tokoh fiksi itu sadar kalau dia sedang di tulis?"
Sebuah perjalanan tokoh utama untuk mencari penciptanya (Tuhan).. 
Keluar dari dunia yang dia anggap "nyata"..
Saat itu saya sadar komponen yang di perlukan adalah, "hilang ingatan" dan "dua keperibadian".

Dulu saya mengira secara harfiah harus penulis ceritanya yang hilang ingatan dan memiliki dua kepribadian..
Ternyata di Alan Wake 2 ini, hal tersebut bisa di lakukan, hilang ingatan dan dua kepribadian, membuat cerita menjadi tumpang tindih, sama persis seperti di game Alan Wake 2 ini, di tambah lagi dengan tokoh Saga dan Alex Casey, membuat cerita dalam game ini terasa menjadi semakin megah.

it's not a lake, but a sea..
it’s not a loop. it’s a spiral..

Tanpa berlama-lama, mari kita mulai reviewnya;


BAB I : Sebuah "Realitas" yang sedang mencari Pembacanya

Premis Alan Wake 2 ini dibuka dengan sangat sangat jenius, game ini tidak menempatkan kita sebagai penonton yang pasif. Ia menempatkan kita sebagai bagian dari cerita yang sedang menulis dirinya sendiri.

Tokoh utama Saga Anderson tidak mengetahui bahwa ia sedang mengikuti sebuah naskah dari seorang penulis novel misteri (Alan Wake).
Alan Wake pun tidak sepenuhnya sadar bahwa setiap kalimat yang ia ketik adalah tali takdir bagi Saga Anderson yang menjadi kenyataan di dunia nyata.

Kemudian Kamu (sebagai pemain) muncul.
Kamu hadir sebagai tangan ketiga, diam tapi terasa nyata. Kamu yang memutuskan arah kendali tokoh Saga, kepintaran-mu lah yang berhasil menuntun tokoh Saga untuk menyelesaikan setiap puzzle yang ada, dan hal ini akan memaksa karakter utama untuk terus bertahan hidup dalam cerita horror yang ter-proyeksi di layar televisi kamu.

Inilah "magisnya" cerita Alan Wake 2 ini:
Plot cerita dalam game ini bukan hanya sesuatu yang kita konsumsi, tapi sesuatu yang juga kita jalani, bentuk, dan akhirnya tidak sengaja kita rusak.


BAB II:  Ketika Karakter Menyadari Dirinya Sedang "Ditulis"

Menurut saya kekuatan terbesar Alan Wake 2 bukan pada plot twist-nya, melainkan pada momen "kesadaran":

Saat Saga mulai memahami bahwa dunia berubah mengikuti halaman yang ia temukan.
Saat ia membaca sesuatu.. yang belum terjadi, namun sebentar lagi akan menjadi nyata.
Saat ia akhirnya sadar bahwa ia bukan sekadar penyelidik, ia adalah karakter dalam novel orang lain.

Pengalman kita sebagai pemain, dan mengetahui alur cerita dari kacamata yang lebih luas, terasa sangat memukau.

Karena kita, pemain, seakan-akan berada di samping Alan dan Saga. 
Kita pemain adalah entitas tidak kasat mata (han-Tu sesungguhnya) yang sedang menggerakkan benang-benang takdir dari para tokoh yang ada di dalamnya.

Semua pengalaman bermain di atas, membuat hati saya bertanya:

"Apakah aku benar-benar mengendalikan sesuatu di sini?"

"Apakah kehendak bebas itu benar ada?", "Bukannya semua pilihan-pilihan "semu" kita sudah di tulis dalam lembaran takdir".

Game ini membuat pertanyaan-pertanyaan diatas menjadi terasa personal.

Ada lagi, di chapter terakhir dengan judul Zane's Film.
Ada salah satu echo (gema pikiran dari kesadaran-)-karakter Alex Casey yang mengungkapkan sesuatu yang cukup menarik, Ia merasa : "Seluruh hidupnya terasa seperti ia sedang terperangkap dalam sebuah cerita"

Ada perasaan mendalam bahwa banyak mata selalu mengawasi setiap langkahnya, namun ia tak pernah mampu menemukan siapa pun di balik tatapan-tatapan tak kasatmata itu.

Perasaan “diawasi” yang dirasakan Alex Casey bukan hanya paranoia; itu adalah refleksi langsung terhadap kita, para pemain dan penonton, yang terus mengamati, mengarahkannya, dan menikmati penderitaannya sebagai bagian dari narasi cerita. (referensi utk game Max Payne)

Dalam gema tersebut, bahkan ia mengungkapkan keinginannya untuk menemukan orang-orang tersebut untuk meminta satu hal: “Berhentilah menonton kisah hidupku!”

Namun ia tahu, dengan nada putus asa, bahwa permintaan itu sia-sia. Ia menyadari bahwa dirinya akan selalu diberikan cerita baru, selalu dilempar kembali ke dalam siklus tragedi, kasus, dan kegelapan yang tak akan pernah berhenti. (refrensi utk seri game Max Payne - 2001, Max Payne 2: The Fall of Max Payne - 2003, Max Payne 3 - 2012)

Momen ini adalah sindiran terselubung namun tajam untuk para pemain, bahwa kita menikmati setiap babak penderitaan Alex Casey. Kita menantikan kasus berikutnya, misteri berikutnya, luka berikutnya tanpa pernah memikirkan harga yang harus ditanggung sang karakter fiksi. Kita pemain, mengonsumsi tragedi pilu karakter dalam video game sebagai hiburan.


BAB III: It's a Spiral; Sebuah Filosofi Kehidupan yang Mungkin Sedang kita Jalani

Di akhir penjalanan Alan Wake, dia tersadar dan berkata,
“It’s not a loop. It’s a spiral.”

Sebuah loop adalah pengulangan.
Spiral adalah pengulangan yang sedikit demi sedikit sedang berubah, bergerak naik atau turun, tergantung pilihanmu, tindakanmu, keberanianmu untuk mengambil pilihan yang ber-resiko.

Setiap mencoba, gagal, kembali lagi, lalu mencoba cara lain..
Itu spiral.
Itu evolusi.
Itu inti pengalaman bermain.. juga pengalaman dalam kehidupan..

Game ini juga begitu kental dengan konsep mimpi buruk, trauma, dan labirin pikiran yang tidak pernah sepenuhnya bisa saya pahami. Namun bagi saya konsep ini luar biasa menarik, karena ia meminjam sesuatu yang sangat dekat dengan kita, yakni "dunia mimpi", lalu mengubahnya menjadi ide konsep untuk memahami realitas itu sendiri.

Saat kita bermimpi (walau berulag-ulang), kita tidak pernah menyadari bahwa dunia yang sedang kita pijak hanyalah sebuah bayangan dari pikiran kita, ilusi, sekadar imajinasi yang mengalir sebegitu meyakinkan. 

Semuanya tampak nyata..
Kita merasa telah tinggal lama di dalamnya..
Seolah dunia mimpi itu adalah sepenggal kehidupan yang kita kenal..

Hingga pada ujungnya.. saat kita terbagun.. "oh ternyata, semua hanyalah sebuah mimpi".. 
Kita tersadar, terangkat ke tingkat kesadaran yang lebih tinggi, meninggalkan realitas semu yang sebelumnya tampak mutlak.

"Dan bukankah hidup ini mirip dengan itu?"
"Hidup yang katanya, hanya sekali ini"..

Semua terasa sangat nyata. Segala hal bisa disentuh, dirasa, dialami. 
Kita percaya ini semua "nyata", karena kita ter-lahir di dalamnya.
Kita tidak pernah mempertanyakannya, sama seperti kita tidak pernah mempertanyakan dunia mimpi saat kita ada di dalamnya.

“It’s not a loop. It’s a spiral.” : Kita lahir, tumbuh sebagai anak-anak, beranjak remaja, dewasa, kemudian menua.. hingga akhirnya tiba di ujung lingkaran yang kita sebut kehidupan. 
Ujung dari "realitas" yang selama ini kita anggap absolut.

Namun mungkin (..hanya mungkin) pada momen terakhir itu, kita justru "terbangun". Kita melampaui batas persepsi ini, mendapatkan kesadaran yang lebih tinggi, indra yang lebih tinggi, dan menyadari sesuatu yang selama ini tersembunyi..

Bahwa seluruh hidup yang kita jalani..
Adalah mimpi panjang yang tak pernah kita sadari sebagai mimpi..

Dan hanya ketika kita "terjaga", barulah kita memahami bahwa selama ini kita sedang berjalan di dalam mimpi buruk yang perlahan membawa kita menuju pencerahan baru. "It’s a spiral".


BAB III: Kesimpulan

Alan Wake 2 bukan sekadar sebuah permainan. Ia adalah pengalaman eksistensial, sebuah eksperimen naratif yang memadukan mimpi buruk, metafiksi, filosofi, dan psikologi ke dalam satu perjalanan yang tidak pernah benar-benar berhenti. Ini adalah kisah yang menolak untuk hanya diceritakan; ia menuntut untuk dihidupi, dipijaki, dan direnungkan.

Melalui sudut pandang para karakter utama di game ini, terbukalah sebuah jendela menuju pertanyaan-pertanyaan terdalam yang selalu bergema di benak saya:

Tentang kendali..
Tentang kehendak bebas..
Tentang siapa sebenarnya yang menulis takdir kita..
Tentang apakah pilihan yang kita ambil benar-benar milik kita..
Atau apakah kita hanya mengikuti skenario yang telah digariskan jauh sebelum kita lahir.

Alan Wake 2 ini berhasil memecah batas antara penulis, karakter, dan pemain, developer game ini berhasil menciptakan pengalaman yang nyaris tidak mungkin digaungkan oleh medium lain. 

Film terlalu pasif.
Buku terlalu linear. 
Hanya video game yang memungkinkan kita menjadi bagian dari cerita menarik pelatuk takdir ini, membelokkan garis nasib, dan ikut menyusun spiral yang kita jalani bersama para tokohnya.

Alan Wake 2 adalah bukti bahwa video game tidak hanya dapat menceritakan sebuah kisah.
Ia bahkan bisa "membangunkan" (menyadarkan) kita.

Score dari Saya : 10/10 (Perfect)

No comments

'
Theme images by suprun. Powered by Blogger.