Review : Assassin's Creed Valhalla (PS4 Pro)

Assassin's Creed Valhalla merupakan game Assassin's Creed modern ke dua yang  saya mainkan di era PS4. Game ini release di November 2020 di kembangkan oleh Ubisoft Montreal menggunakan engine terbaru mereka yakni Ubisoft Anvil. Saat pertama kali memainkan game ini, memang langsung terasa berbeda grafisnya dari dua seri sebelumnya, Origins (2017), dan Odyssey (2018) yang masih menggunakan engine AnvilNext 2.0.

Di Assassin's Creed Valhalla (Valhalla) kita akan mengendalikan tokoh utama bernama Eivor, yang mengambil setting dunia pada era keemasan Viking 793–1066 AD. Eivor merupakan bagian dari kelompok klan gagak. Bendera klan gagak memang ada dan tercatat dalam sejarah dunia nyata, simbol gagak pada bendera tersebut melambangkan Dewa Odin. Setting dari game ini juga sesuai dengan konflik pertemuan antara Kristen Anglo-Saxon dan penyerbu Pagan (berhala) dari Skandinavia. 

Untungnya sebelum memainkan game ini saya sudah me-resech berbagai macam karakter dari dewa-dewi mitologi Norse seperti Tyr, Mimir, Angrboða, Fenrir dan lain sebagainya, sehingga lebih memudahkan saya untuk lebih bisa memahami cerita dari game ini.

Saat memainkan game ini di PS4 Pro saya merasa dari beberapa lini bagian malah menurun dari seri sebelumnya. Penurunan terdapat pada detail dan ekspresi wajah karakter, detail aset struktur bebatuan, dan aset rumah. Saya sempat kaget karena di AC Odyssey saya merasa grafisnya sudah sangat sempurna, ini kenapa seri terbaru malah terjadi penurunan?. Saya sempat berpikir kalau ini di karena kan Valhalla release di dua platform PS4 dan PS5, membuat developernya tidak fokus meng-optimalkan ke 1 console. 

Ternyata selain hal tersebut, engine-nya juga berubah ke engine yang terbaru, itu mungkin dua poin yang menurunkan kualitas dari Valhalla ini di PS4. Namun kalau dari segi kualitas dunia dan alamnya secara keseluruhan saya merasa Valhalla ini naik level, dunianya sangat indah sekali, apa lagi saat berada di antara dataran bersalju, embun yang terbawa angin terlihat begitu memanjakan mata.

Dari segi mekanisme memang game Assassin's Creed sudah sangat matang karena memiliki pengalaman 13 tahun dalam menyusun formula terbaik untuk seri game Assassin's Creed ini. Semua animasi dalam bereksplorasi terasa sangat fluid, memanjat bangunan, berlari, berenang dan menyelam terasa solid. Saya sangat mengapresiasi mekanisme saat karakter Eivor bersiul untuk memanggil kuda, yang langsung disambut dengan animasi Eivor menaiki kuda. Kalau dalam game lain kita harus menekan tombol untuk memanggil kuda, setelah kuda datang kita menekan tombol lagi untuk menaiki kuda, di Valhalla satu tombol langsung mengeksekusi dua perintah tersebut, hal ini terasa simple namun menurut saya merupakan suatu terobosan baru yang tidak saya temui di game lainnya.

Game ini juga memiliki beberapa mini game menarik, namun yang mau saya highlight adalah saat karakter Eivor disuruh menyusun, menyeimbangkan beberapa balok batu hingga ketinggian tertentu. Saat memainkan mini game ini, saya merasakan seakan-akan saya benar-benar menyusun bebatuan tersebut, bentuk batu, centre of gravity dan susunan strategi dalam menyusunnya terasa begitu nyata, seakan-akan saya secara fisik yang benar-benar harus menyusun bebatuan tersebut. Kadang saya menghabiskan waktu 30 menit sendiri untuk menyelesaikan satu mini game ini.

Dalam segi battle, Valhalla masih mirip dengan Origin dan Odyssey. Mekanisme barunya adalah kita bisa melakukan serangan (raid) secara berkelompok ke suatu desa atau kota. Raid ini malah sangat jarang saya gunakan, karena tidak terlalu berguna, semua musuh masih bisa saya atasi sendirian.

Masuk ke bagian cerita, Valhalla mengambil 3 lapisan cerita, yang biasanya game Assassin's Creed sebelum-sebelumnya hanya mengambil 2 lapisan cerita. Di Valhalla akan ada 3 Arc cerita yang berbeda, lapisan pertama adalah Arc Masa Kini kita akan memainkan tokoh Layla, lalu lapisan ke dua adalah Arc Viking, kita akan memainkan tokoh Eivor dan lapisan terakhir adalah Arc Mitologis, kita akan memainkan tokoh Havi/ Odin. Ketiga Arc cerita ini akan saling terhubung membentuk sebuah susunan puzzle yang sedikit demi sedikit mulai ter urai seiring dengan perjalanan yang kita tempuh dalam memainkan game ini.

Pondasi cerita dari game ini menurut saya cukup menarik, membuat saya penasaran terhadap apa yang akan terjadi di ending. Di awal cerita, karakter utama Eivor di berikan sebuah "ramalan" masa depan kalau dia akan menghianati orang terdekatnya yakni Sigurd pemimpin klan gagak. Sigurd juga merupakan saudara angkat dari Eivor. Premis ceritanya menarik kan? Eivor merupakan karakter yang kuat, setia, terhormat dan bijaksana, tidak mungkin dong dia akan menghianati kaumnya sendiri. Proses ingin tau ini yang selalu membuat saya sedikit penasaran, bagai mana proses Eivor akan menghianati Sigurd.

Dalam blog ini saya juga membuat satu posting khusus tentang satu percakapan di Valhalla yang menurut saya cukup menarik antara karakter utama dan karakter Basim. Karena pada waktu membaca dialog tersebut, saya merasa cara penulisannya paling menonjol dibandingkan 90% dialog yang ada dalam game ini. Teman-teman bisa kunjungi dulu post tersebut lalu kembali ke artikel ini, supaya paham konteks yang akan saya jelaskan berikutnya : Cerita Games : Dialog Menarik pada Assassins Creed Valhalla.

Dalam dialog percakapan tersebut awalnya saya tidak paham apa yang sedang di bicarakan oleh karakter Basim, saya menangkap, oh dia kehilangan putranya, di ambil oleh orang yang dia paling percaya, hanya sebatas itu pemahaman saya. Dan ternyata antara Arc Viking dan Arc Mitologis ceritanya terhubung, setiap karakter di Arc Mitologis di representasikan juga dengan karakter di Arc Viking. Seperti karakter Eivor adalah sebagian reinkarnasi dari Odin, Sigurd adalah reinkarnasi dari Tyr, Basim adalah reinkarnasi dari Loki dan anaknya Basim adalah representasi dari Serigala Fenrir yang akhirnya di bunuh oleh Odin/ Eivor. Sehingga di akhir cerita Valhalla ini adalah proses balas dendam karakter Basim ke Eivor.

Kerennya lagi, antara Arc Viking dan Mitologi di awali dengan sebuah "ramalan", ramalan Eivor akan menghianati Sigurd, sedangkan dalam Mitologi Nordic adalah ramalan tentang Ragnarök, di mana Odin begitu ketakutan dengan ramalan tersebut. Seperti kita tau, dalam cerita Ragnarök karakter Odin akan mati oleh seekor serigala, sehingga pada masa itu Odin membunuh semua serigala yang ada hingga tidak tersisa, ternyata ada 1 serigala yang tersisa dan itu merupakan anak dari Loki (mirip cerita Nabi Musa). 

Odin tidak tega membunuh serigala tersebut dan membiarkannya hidup, ternyata serigala tersebut malah menjadi besar dan mengancam bagi Odin. Odin yang cemas akan ramalan Ragnarök memutuskan untuk merantai serigala tersebut dengan rantai Gleipnir yang tidak bisa putus. Namun pada akhirnya Ragnarök tetap terjadi, Odin dan serigala Fenrir bertarung menepati takdir yang sudah di ramalkan di awal, Odin dan Fenrir mati dalam pertarungan tersebut.

Dalam game ini kita juga akan melihat konsep lobby room dari Valhalla, Valhalla merupakan rumah bagi para dewa Nordic, sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat bagi para prajurit yang mati dalam pertarungan guna mempersiapkan diri menuju surgaValhalla dalam game ini di gambarkan merupakan sebuah mesin canggih peninggalan makhluk asing yang menyerupai Virtual Reality (VR) yang akan membawa kesadaran orang yang memakainya masuk ke sebuah dunia yang sangat indah. 

Menariknya saat pertama kali melihat dunia tersebut terlihat begitu indah, pencahayaan, rumput hijau, sungai serta melihat para prajurit yang sedang tertawa dan berpesta di sebuah ruangan, memuat saya tidak mau meninggalkan ruangan tersebut. Tidak berselang lama sebuah trompet berbunyi dan sebuah pintu besar terbuka, para prajurit mengangkat senjata dan siap untuk berperang. 

Awalnya sangat menarik, hingga akhirnya Eivor sadar, kalau adegan tersebut di ulang-ulang, setiap orang yang terluka atau mati dalam Valhalla di hari selanjutnya akan pulih dan hidup kembali, lalu akan memulai siklus yang sama, makan, pesta lalu berperang lagi dan lagi. Anehnya konsep Valhalla atau surga dalam game ini di gambarkan sebagai sebuah alam digital VR, bukan sebuah alam yang terjadi setelah seseorang mati. Apakah itu merupakan surga yang ideal saat sebuah emosi tertentu di ulang lagi dan lagi?

Lanjut ke hal yang saya tidak suka dari game ini, game ini masih sama seperti kebanyakan game Assassin's Creed, yakni monoton. Terdapat perulangan yang begitu - begitu saja, baik di misi sampingan atau bahkan di cerita utama. Tidak ada yang namanya pay off, saat kita mengumpulkan item, senjata, equipment hal itu tidak terlalu menambah kuat karakter kita. Dalam misi utama pun begitu, kita membuat aliansi dengan raja-raja sekitar, namun di akhir game aliansi tersebut tidak begitu berguna. 

Saya kira di akhir kita akan melawan musuh yang sangat kuat, yang mengharuskan kita beraliansi dengan raja-raja tersebut, ternyata tidak, peperangan terakhir sama saja dengan peperangan sebelum-sebelumnya yang bisa di selesaikan sendirian dengan hanya prajurit di klan gagak. Btw saya memainkan game ini di level Drengr (Very Hard).

Hal lain yang tidak saya suka adalah, karakter kita adalah "the bad guy" yang di balut seakan-akan menjadi karakter yang baik. Di ceritakan klan gagak berpindah dari Norwegia ke Inggris, di Inggris kita membuat sebuah desa baru bernama Ravenhope, di sini kita akan mengembangkan desa kita dan membuat aliansi dengan raja-raja di negara tersebut. Dalam sudut pandang ini, klan gagak merupakan penjajah, mereka membakar desa, membunuh warga, merampok desa-desa sekitar untuk kepentingan kelompoknya. 

Sedangkan prajurit musuh hanya kumpulan orang yang mencoba mempertahankan tanah kelahiran mereka dari para penjajah yang datang. Game ini menggunakan 2 trik pola warna, prajurit berbaju biru = god guy dan prajurit berwarna merah = bad guy. Padahal karakter kita yang berbaju birulah sebenarnya merupakan karakter jahat. Dari dulu manusia memang tidak pernah berubah, selalu mengutamakan kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, ras, agama, dan negaranya sendiri, tidak ada yang murni benar-benar untuk kepentingan bersama.

Cerita romansa yang seperti sampah, kebetulan saya memilih karakter perempuan dalam game ini, uniknya pengisi suara perempuannya menggunakan nada khas rendah atau Bariton, yang menurut saya memang cukup relevan pada saat itu, di mana laki-laki sangat dominan di banding perempuan, dan perempuan harus menghilangkan sifat feminismenya dengan menirukan laki-laki, baik dengan perilaku dan suara baritonnya. Kenapa saya bilang romance-nya sampah, karena setiap ada laki-laki atau perempuan yang di temui oleh karakter Eivor selalu ada pilihan untuk di ajak tidur, team Ubisoft sepertinya tidak bisa membedakan ikatan pertemanan dan romansa, pokoknya semua di sikat harus beradu alat kelamin.

Dalam sejarah Norse se-tau saya mengedepankan yang namanya keberanian dan kehormatan dalam berperang, dalam beberapa dialog juga karakter utama berbicara mengenai kehormatan tersebut, namun sayangnya sangat kontradiktif dengan gameplay dari game ini, seorang Assassin's membunuh musuhnya dengan segala cara, baik secara diam-diam, dari belakang serta berlindung pada kegelapan. 

Saya jadi ingat game Ghost of Tsushima di mana karakter utama Jin Sakai yang merupakan seorang Samurai terpaksa harus berperang dengan membunuh secara diam - diam dan itu merupakan hal tidak terhormat, "Saat kamu membunuh musuh mu, kamu harus melihat matanya", itu yang di katakan oleh karakter Lord Shimura. Dilemma Jin Sakai memilih menjadi Samurai atau menjadi Ghost di eksplorasi dalam game tersebut dan sangat menarik.

Setelah memainkan game ini saya jadi berpikir kenapa dewa-dewa pada jaman dahulu sifatnya lokal atau per region daerah?. Dewa-dewa tersebut berbeda - beda di setiap lokasinya, pada peradaban pertama manusia Mesopotamia kita mengenal Gilgamesh dkk, kemudian Yunani ada Zeus dkk, Nordic ada Odin dkk, Jepang ada Amaterasu dkk, Tiongkok ada Zhong Li dkk, Meksiko ada Itzamná dkk, India ada Wisnu dkk, Mesir ada Ra dkk, dan masih banyak kebudayaan yang memiliki god dan goddess-nya sendiri-sendiri. Saya berasumsi jika di sebuah daerah, ada peradaban dan kebudayaan yang maju maka di situ akan melahirkan sebuah cerita dewa-dewinya sendiri-sendiri. 

Kalau di perhatikan jenis-jenis dewanya juga berbeda-beda mengikuti kultural yang ada di daerah tersebut, contohnya kita tidak akan menemukan dewa "Keberuntungan" (Fu Lu Shou) seperti di Tiongkok pada mitologi Nordic, karena kebudayaan Nordic tidak mengenal yang namanya "keberuntungan". Kenapa di Nordic ada Tyr sebagai dewa perang dan di Yunani ada Ares yang juga merupakan dewa perang juga? ya karena Nordic dan Yunani secara sejarah memang sama-sama suka perang, mereka tidak mengenal dewa "Bunga"😂 seperti yang ada di Tiongkok. Pertanyaan besarnya kenapa di era modern ini kita hanya mengenal 1 Tuhan?.

Overall menurut saya game ini cukup casual, bisa di mainkan oleh siapa saja karena mekanismenya yang sangat sederhana, ceritanya juga sangat sederhana dan lumayan-lah mengisi waktu saya selama 140 jam / 2 bulan 1 minggu. Game-nya sangat worth it jika dinilai dari durasi gameplaynya yang cukup panjang. Sangat cocok di mainkan di waktu libur panjang akhir tahun ini. Sebuah petualangan panjang yang sangat menarik, dunianya sangat - sangat indah mengingatkan sedikit dengan dunia The Witcher 3.

Score dari Saya : 7/10
Dimainkan di : PS4 Pro, 4K HDR
Full Album : 
https://ibb.co/album/BLX6dj

No comments

'
Theme images by suprun. Powered by Blogger.